Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Senin, 22 Agustus 2016

Review Novel Memorabilia (Sebuah Medium Untuk Melupakan)





Judul : MEMORABILIA
Penulis : Sheva
Editor  : Donna Widjajanto
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : Cetakan pertama, Maret 2016
Jumlah Halaman : 290 Halaman
ISBN : 978-602-291-124-1


“Cara satu-satunya untuk selamat dari kenangan yang buruk dan melelahkan adalah melupakan.” – Barthes

Semua orang pernah mempunyai kenangan, baik itu kenangan indah maupun kenangan buruk. Tapi anehnya, yang sering berkelebat dan bersemayam didasar pikiran kita adalah kenangan buruk. Terkadang kita lupa bahwa ada cara yang sederhana yang bisa kita lakukan dengan kenangan. Yaitu Melupakannya.
Semua orang sepakat bahwa melupakan adalah salah satu cara terbaik untuk kita bisa tersenyum dimasa depan. Lalu, Bagaimana jika ada tempat lain yang bisa menjual semua kesedihan dan deritamu? Kamu bisa berbagi barang-barang yang menyimpan kenangan di masa lalu? Membaginya dengan seseorang yang bisa merasakan kesedihanmu.

Engkau hanya butuh Memorabilia. Sebuah Medium untuk melupakan.


Memorabila bercerita tentang seorang gadis bernama Jingga yang mendapatkan ide karena temannya yang bernama Karsha membawa sebuah lukisan macan. Lukisan macan berwarna hitam putih yang ternyata adalah pemberian dari mantan kekasihnya Karsha. Setiap kali Karsha melihat lukisan itu, kenangan bersama kekasihnya terasa benar-benar kembali hadir, dan itu semua membuat dada Karsha dipenuhi sesak. Jingga mendapatkan ide untuk menjual lukisan tersebut di media sosialnya. Karsha merasa lega kenangan yang membuat hatinya menangis kini telah hilang. Karsha sepakat membantu Jingga dengan dibantu oleh sepupunya—Januar, untuk membuat sebuah majalah khusus memori buruk yang ingin dijual. dari situ, segalanya dimulai (Hal : 29)
Tahun-tahun pertama ketika Memorabilia belum menjadi sebuah bisnis yang serius adalah saat yang sukar untuk dilupakan.Saat itu kantor yang mereka tempati adalah Jingga atau Kamar Karsha. Lagi-lagi kalau Karsha tidak berceletuk sesuatu yang urgen, “Kita enggak siapin apa-apa buat tugas akhir? Kita mau bikin apa?” 

Kesukseskan Memorabilia dimulai saat tugas akhir di universitas mereka yang harus mempresentasikan bisnis yang dijalankan bersama dihadapan para penelis dosen. (Hal:36)

Mereka bisa mendapat kesempatan untuk berkenalan dengan kolektor benda seni, karena tidak jarang Memorabilia pahit yang hendak dibagikan kepada mereka yang mengerti akan kenangan-kenangan itu sendiri. Misalnya, kendi mungil pemberian seorang ibu-ibu kaya yang tinggal didaerah Menteng. Kendi itu terjual dengan harga yang sangat tinggi. Ibu Dinna—pemilik kendi tersebut akhirnya menjadi angelic investor bagi tim Memorabilia. Ibu Dinna dan anaknya, Pak Giran menjadi investor utama bagi mereka. Modal yang mereka berikan cukup besar bagi kelangsungan Majalah Memorabilia. (Hal: 37)

Hingga suatu hari saat Tim Memorabilia diundang di acara talkshow yang diadakan di auditorium kampus. Saat sesi tanya-jawab ada seorang peserta seminar yang bertanya, yang diketahui namanya adalah Bapak Pramoedya berusia 68 tahun. Pak Pramoedya terlihat sangat tertarik dengan Memorabilia. Ia menawarkan bukan sebuah barang lagi. Tapi Sebuah Gedung Bioskop bernama “Teather Bahagia”. Kondisi bioskop tersebut memang sudah tua. Pak Pramoedya ingin menemukan orang yang tepat untuk menjual bioskop tersebut. Dan, ia ingin menjadikan Memorabilia sebagai patnernya. 

Mengetahui Maksud dan Tujuan dari Pak Pramoedya, Jingga menolak dengan halus. Sontak, Karsha dan Januar yang berpikir bahwa penawaran ini cukup bagus dalam mendobrak kelangsungan Memorabilia juga meyakinkan Sule—salah satu klien yang memasang iklan di majalah Memorabilia untuk tidak menarik budgetnya. Selama setahun, Sule selalu menempatkan iklan semua restoram dalam holding tersebut di spot-spot besar pada majalah Memorabilia. 

Januar dan Karsha tidak pernah tahu apa yang berkecamuk dihati Jingga. Tentang bioskop tua tersebut. Pikiran Jingga tiba-tiba berada disuatu tempat yang jauh, Jingga memilih tidak menyibak kenangan menyakitkan itu. Satu sisi, Jingga mengingat Memorabilia lebih penting dari segalanya. Jingga tahu, jika ia mengiyakan permintaan Pak Pramoedya pasti Sule masih tertarik menjadi pengiklan  tetap. Memorabilia tidak perlu takut akan tutup, Namun ada yang menahan diri Jingga untuk melakukannya. (Hal:45)

Menurut saya, Novel ini benar-benar menarik untuk dibaca sampai tuntas, saya sampai penasaran rahasia apa yang disembunyikan Jingga? Kenangan apa yang membuat hatinya begitu menderita. Meski dibalik itu saya juga cukup sedikit sebal, karena pemaparan yang cukup panjang. 

Novel ini juga mengajarkan kita untuk tidak serta merta melupakan sebuah kenangan. Sepahit apapun itu. Meskipun barang-barang yang menyimpan kenangan bisa dijual. Tapi, hal yang harus kalian punya adalah sebuah rasa keikhlasan. Keikhlasan untuk berdamai dengan masa lalu. 
 
Karena masa lalu tetap saja ada dibelakang, bukan?

3 komentar :

  1. iiiihh itu boneka kelincinya lucu banget. Buat aku yah...
    *eh loh kok? O_O

    gue punya kenangan sangat buruk, sampai sekarang belum bisa dilupain. Pengen lupain, soalnya capek kalo tiap kali kenangan itu muncul dadakan di kepala, langsung terpancing emosi dan jantung jadi berdegub lebih cepat. Capek kan emosi muluk...tapi gimana yah, gue belum bisa meredakan amarah yang masih meluap-luap ini. Mungkin gue perlu baca buku ini... O_o

    BalasHapus
  2. kalo ga bisa lupa dari kenangan buruk gimana dongg??

    BalasHapus