Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Jumat, 23 Juni 2017

Bukan hanya sekedar review buku

this picture taken bye me





“Buku adalah jendela dunia.” Pernah dengar kalimat ini enggak? Atau menurut Mohammad Hatta juga pernah berkata “Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” Disadari atau tidak buku memang memiliki segudang manfaat apabila kita rajin membaca dan memaknai apa yang terkandung didalamnya, banyak sekali informasi yang bisa kita dapat. Selain menambah kosakata dalam kehidupan sehari-hari, wawasan kita juga bisa lebih luas. Selain itu dari segi kesehatan, membaca buku beberapa menit saja dapat menekan hormon kortisol, yaitu hormon pemicu setres. Oke, manfaat-manfaat yang tadi aku sebutkan memang sudah cukup umum. Sebenarnya, ada satu lagi manfaat yang akan aku ulas secara lebih mendalam disini. Pernahkah kalian membaca sebuah buku lantas kalian tersentuh dengan kalimat-kalimat dalam buku tersebut? Kemudian ada satu rangsangan dalam diri kalian untuk menjadi lebih baik lagi. Atau ada nasihat dalam buku tersebut yang membuat kalian banyak belajar. Rasanya seperti ini; Semakin aku tahu semakin aku tidak tahu apa-apa. 





Kali ini, aku mau mengulas sedikit dari buku yang telah aku baca yang berjudul “Kang Sodrun Merayu Tuhan.” Penulis Yazid Muttaqin terbitan dari Tinta Medina. Buku bernuansa religi diterbitkan cetakan pertama pada tahun 2014. Buku lama memang tapi apalah artinya lama atau baru kalau didalam buku tersebut, kisahnya masih sangat relevan untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan review pada umumnya sebuah buku. Aku hanya akan menjelaskan point-point—yang menurutku penting untuk dibagikan kepada teman-teman. 

Buku ini menjelaskan tentang kehidupan Kang Sodrun orang biasa yang hidup ditengah-tengah orang miskin. Dari sinilah ia mampu berbagi dan memberikan hak orang-orang yang lebih membutuhkan daripada dirinya. Banyak hal yang ia temui dalam perjalanan hidupnya. Ternyata masih banyak orang yang lebih ikhlas dan tawakal dibanding dirinya. Sebuah renungan untuk kita semua dalam menyikapi kehidupan.

Paragraf pertama dalam kisah ini diawali dengan sebiji benih behektare buah, kang Sodrun kecil yang tinggal di sebuah pesantren sudah tiga hari ia sakit, terkena cacar air, dengan tergopoh-gopoh ia pergi ke RS sendirian. Seperti teman-temannya yang lain. Sebenarnya ia juga ingin memberitahu kepada orang tuanya. Namun niat itu diurungkan. Ia tahu persis bahwa orang tuanya akan panik jika tahu dirinya sakit. Kepanikan itu akan bertambah kala mereka harus mencari uang untuk pergi ke Solo menyusul dan mengobati anaknya. Membayangkannya saja Kang Sodrun tidak tega. Akhirnya ia memutuskan untuk menjalani masa sakitnya sendirian. Saat sampai di RS. Bocah itu pergi mendaftar dan langsung antre di ruang praktek dokter. Tak lama diperiksa ia mendapatkan resep dan segera menuju ke apotek rumah sakit lantai dua. saat namanya dipanggil dan disebutkan jumlah uang yang harus dibayar, bocah kecil itu makin pucat dan lemas. Uang yang ada digenggamannya tidak cukup untuk menebus obat. Ditengah kepanikan tersebut, seorang laki-laki datang menghampiri dan bertanya lembut, “kurang berapa, dik?” lantas laki-laki itu terlibat percakapan bersama pelayan apotek. Laki-laki itu membayar lunas tebusan obat yang harus dibayar Kang Sodrun. 

Saat bocah itu menyeberang jalan di depan rumah sakit. Laki-laki itu tersenyum sambil memberikan beberapa lembar uang dan kartu nama. Dari situ bocah itu bisa tahu bahwa laki-laki tersebut punya titel seorang Ir. Insinyur.

Kini, setelah dua puluh tahun terlewati, insinyur itu pasti tidak akan ingat kejadian di rumah sakit. Ia pasti sudah tidak punya memori tentang bocah kecil yang ia tolong saat kesusahan. Insinyur itu pasti tidak akan tahu bahwa sebagian rezekinya yang telah ia berikan memiliki andil dalam kehidupan sang bocah. Ia pasti tidak tahu bahwa shadaqahnya telah mengantarkan bocah itu pada jenjang akhir pendidikan pesantrennya dan perguruan tinggi.

Bagi bocah itu tak akan pernah ia lupakan kebaikan sang insinyur tersebut. Ia masih menyimpannya sampai dua puluh tahun lamanya. Bahkan, ia berpikir bahwa shadaqah kecil insinyur tersebut adalah satu mata rantai awal. Ia berkeinginan menyambungnya dengan mata rantai kedua. Kebaikan insinyur itu akan ia balas, bukan kepadanya, tapi kepada orang lain agar orang itu bisa menjadi mata rantai yang ketiga dan seterusnya. Sebiji benih yang ditanam insinyur itu semoga dapat menumbuhkan berhetare buah yang menebarkan keberkahan bagi kehidupan.

Pada zaman Rosulullah ada dua orang yang bersaudara. Seorang di antara keduanya selalu menghadiri majelis Rosulullah untuk belajar dan seorang lagi selalu bekerja mencari penghasilan untuk membiayai hidupnya dan saudaranya. Perihal saudaranya yang tak bekerja dan selalu datang belajar di majelis Rosul. Atas aduan ini Rosulullah bersabda. “Bisa jadi engkau diberi rezeki karena (menafkahi) saudaramu (yang sedang belajar) itu.”

Dari kisah ini saja aku sudah mengambil banyak pelajaran. Nyesek rasanya hehehe. Selama ini kita sering males-malesan buat memberikan sebagian rezeki kita kepada yang lebih membutuhkan, tentunya ada banyaaaaak sekali alasan yang membuat kita enggan untuk berbagi. Aku menempatkan posisi pada diri si bocah kecil tersebut betapa bantuan sesederhana itu membuat hidupnya menjadi lebih baik. Kita tidak akan pernah tahu kebaikan mana yang orang lain ingat atas kita. Mungkin saja kebahagiaan yang kita dapatkan dari Allah adalah hasil dari kita tersenyum kepada sahabat kita? Kau tahu, aku menulis ini bukan berarti aku seorang yang sholehah. Bukan maksud aku menggurui atau apapun. Siapalah aku ini, cuma perempuan biasa-biasa saja yang dosanya bertumpuk-tumpuk. Di sini aku hanya ingin berbagi melalui kisah kang Sodrun. Dan tulisan ini, aku berharap menjadi salah satu mata rantai untuk kita menebar kebaikan. Lebih tepatnya kisah Kang Sodrun memang ditunjukan untuk diriku sendiri yang masih sangat lalai atas perintah-Nya.


Ada satu lagi kisah yang—menurutku perlu dibagi hehe. Yaitu tentang ‘cinta’. Aku tahu telinga kalian bahkan sudah sering mendengar tentang apa itu cinta, bahkan bibir kalian juga sudah fasih menjelaskan ribuan definisi tentang cinta, lagi pula setiap orang berhak mempunyai pemahaman sendiri-sendiri perihal cinta. Tapi disini (dalam buku Kang Sodrun Merayu Tuhan) aku mau sedikit berbagi tentang cinta yang agung namun sederhana. Walah, bagaimana ko bisa?

 
Seorang pecinta tidak hanya mencintai kekasihnya ia juga mencintai keluarga dan apa saja yang dimiliki kekasihnya. Sebab, sang kekasih tak akan pernah rela jika dirinya dicinta, tetapi keluarga dan apa-apa yang dimilikinya dicerca. 

Simaklah kisah Umar bin Khaththab. Setan akan lari terbirit-birit meskipun hanya melihat sandal bakiaknya. Sebab, begitu murni cintanya kepada Allah.  Begitu tegas menindak siapa pun yang mengusik ketenangan Sang kekasih. Meski demikian, nyatanya, bukan karena itu Sang Kekasih menyayanginya, menerima cintanya. Namun, karena ia membebaskan seekor anak burung yang sedang dipermainkan seorang anak kecil. Yaitu karena rasa sayangnya.

Simaklah Al-Ghazali. Siapa pun di dunia ini mengenalnya sebagai alim yang sufi, sebagai sufi yang wali. Begitu dalam ilmunya, begitu kuat ketaatannya, begitu tinggi cintanya kepada Sang Kekasih. Namun, bukan itu semua yang membuat Sang Kekasih tertawan. Melainkan karena ia pernah membiarkan seekor lalat hinggap diujung penanya, lalu ia berhenti menggerakan tangannya, demi kasih sayang, demi memberi kesempatan bagi makhluk kecil itu untuk sejenak beristirahat.

Lihatlah asy-Syibli, Kekasihnya begitu memujanya bukan karena begitu besar cintanya kepada-Nya, melainkan karena ia pernah memberikan kehangatan bagi seekor anak kucing yang meringkuk kedinginan di sudut baghdad.
Cinta adalah anugerah terluhur dan termulia yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Setiap rangkaian cerita yang dijelaskan oleh si penulis dalam buku ini menurutku sangat sederhana, hanya mengulas kehidupan sehari-hari—yang nyatanya banyak kita lupakan keberkahannya. Sebenanrya, aku ingin menceritakan lebiiiih panjang lagi. tapi.. kurasa kalian lebih nikmat kalau baca sendiri rangkaian demi rangkaian kisahnya. Biar bisa merasakan senyum-senyum sendiri atau kadang air mata tiba-tiba ngalir gitu aja hehehe.
Oke, sekian deh review singkat ini. Mudah-mudahan bisa menjadi salah satu mata rantai kebaikan selanjutnya. Semoga bermanfaat. 



2 komentar :

  1. Mantaf, lanjutkaan..

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas reviewnya mbak tya... semoga lebih banyak orang yang menuai kebaikan buku Kang Sodrun... saya Yazid Muttaqin, penulis Kang Sodrun... salam www.yazidmuttaqin.com

    BalasHapus