Picture by google |
Ini tentang laki-laki yang tidak pernah membuatku
terluka walau hanya satu sentipun: Bapak. Ah, saat aku menulis ini sesungguhnya
hatiku selalu gerimis karena rindu yang tak pernah terungkapkan kepada beliau.
Sungguh aku tidak pernah punya keberanian untuk berkata bahwa aku
merindukannya. Begitupun beliau, belum pernah kudengar bahwa ia berkata pada
anaknya—yaitu kepadaku bahwa beliau merindukanku. Kami seolah punya bibir yang
kelu untuk saling mengekspresikan rasa cinta. Bukan, bukan berarti kami tidak peduli
satu sama lain. Boleh kuceritakan sepenggal ceritaku tentang Bapak?
Sejak kecil, kalau kemanapun dan ada acara di
sekolah aku selalu ditemani oleh Bapak, bukan karena Ibuku tidak ada atau tidak
peduli, tapi Ibuku sering sakit-sakitan dan lebih sering tinggal di rumah saja.
Karena alasan itulah mengapa Bapak begitu hangat dalam ingatanku. Aku ini
berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, tapi allhamdulillah Allah selalu
mencukupi kebutuhan kami.
Kini sudah hampir lima tahun aku dikota Bandung,
memutuskan untuk menikah dan melanjutkan studi S1, karena dulu aku kuliah D3.
Perjalannya tentu saja tidak semulus yang dipikirkan. Dan hari ini, saat aku
menulis ini, aku benar-benar dilanda rindu kepada sosok laki-laki yang
menjagaku sejak kecil, yang tidak pernah menyakitiku walau satu sentipun.
Bapak.
Betapa semua kenangan silih berganti hadir dalam
pikiranku, saban malam Bapak menjelma menjadi rindu yang terbungkus malu. Ingin
rasanya aku mengatakannya kepada beliau bahwa aku sangat mencintainya. Ingin rasanya aku menembus jarak untuk sekedar
memeluknya.
Dan, aku tahu nun jauh disana.. Bapak pun demikian,
kami tidak pernah saling mengungkapkan rasa cinta, namun doa terus menggema di
sepertiga malam. Indah sekali rasanya ketika cinta dan rindu bersatu dalam
diam, lantas hanya di ungkapkan oleh perbuatan.
Sejak
kecil sampai sekarang, aku belum pernah mendengar Bapak mengatakan bahwa ia
menyayangiku. Bahkan saat sekarang aku diperantaun, di kota orang. Aku belum
pernah mendapatkan sms bahwa Bapak merindukanku, ingin segera aku pulang. Tidak
pernah. Sebenarnya, aku iri kepada teman-teman yang sering chattingan
bersama Bapaknya. Lantas, Bapaknya memberikan nasihat, kemudian di akhir
kalimat. “Doaku menyertaimu, nak.”
***
Bapakku
tidak bisa mengatakan itu semua.
Ia
menyimpannya disepertiga malam.
Ia
menyebut-nyebutku dalam setiap lantunan ayat sucinya.
Ia
memerlihatkannya dalam kejadian kecil yang aku dan Bapak lalui; seperti saat
aku sedang belajar naik sepeda. Bapak tak henti-hentinya menyuruhku untuk terus
mencoba.
Bapak
menaruh sayangnya pada setiap makanan yang aku makan.
Tidak
pernah sekalipun aku melihat Bapak makan terlebih dahulu sebelum aku kenyang.
Bapak
tidak bisa seromantis seorang kekasih kepada yang dicintainya.
Bapak
terlalu pemalu untuk sekedar memelukku.
Pelukannya
adalah keringat dan tubuh yang hitam legam karena saban hari mencari nafkah
untuk menghidupi keluarga kecil kami.
Kau
tahu, Bapakku tidak memiliki gelar. Namanya saja sangat singkat. Tapi ia
memiliki harapan agar aku bisa menjadi lebih baik lagi dari pada dirinya.
Padahal,
aku belajar kehidupan dari kehidupannya.
Itulah
mengapa saat aku berada dititik terlemah, aku selalu ingat senyuman Bapak.
Sebab senyuman Bapak adalah penawar bangkitku.
Bandung.
2017
tyataya
kebanyakan seorang bapak akan melakukan hal seperti itu kepada anak''nya. kalau sedih''an, entar engga keliatan macho atau tdak terlihat sperti sosok yang bisa melindungi keluarganya. gue sih mikirnya gitu. ehehe
BalasHapusmakanya wajar aja klo seorang bapak cuek'' gitu, tapi pasti selalu mendoakan yg terbaik untuk anak''nya
Seperti stereotype laki2 pada umumnya, begitu juga dengan abiku. Laki2 yang kurang pandai berkata2, atau mengungkapkan sesuatu. Tentang perasaan.
BalasHapusTapi alhamdulillah diimbangi oleh umik yang ekspresif, jadi sekarang abi sudah bisa sayang2an. Meski ungkapan rindu itu harus dipicu dulu supaya disampaikan beliau wkwkwkw.
"Abi, I love youu," kataku.
"Too." Jawab abi.
Hmz.