Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Selasa, 19 Agustus 2014

Untuk Seseorang yang kukira adalah Masa Depan:”)



tulisan ini adalah bentuk katarsis ku sejak kita memutuskan untuk saling membelakangi. Melangkah menjauh sendiri sendiri. jangan salah paham, aku tidak lagi mengharapkanmu. Karena cinta yang dulu menggunung sudah termuntahkan oleh pengakuan kecil. Hahaha~



Kamu adalah kenangan yang mengajakku menulis tentang kisah yang seharusnya tak perlu ada, tapi semoga ini menjadi sejenis pelipur terakhir hatiku, setidaknya pertemuan dan perpisahan kita adalah bentuk bahwa didunia ini tak pernah ada yang abadi. semoga kamu bersedia meluangkan beberapa menit untuk membacanya, Membacanya dengan penuh konsentrasi. Dan merenungkan semua yang terjadi dulu, tentang kita yang sudah porak poranda. walaupun kenyataannya seperti itu, jangan tenggelamkan ingatanmu, dulu kita pernah ada bukan? Aku harap, saat ini kamu tidak sedang membenciku, berhenti menjadi seorang pembual ulung, dan sudah mendapatkan seorang wanita yang membantumu mengerti akan kesetiaan, aku tidak bermaksud menasehatimu apalagi mengguruimu,siapalah aku ini, wanita yang sempat mempersiapkan masa depannya bersamamu, wanita yang selalu menghormatimu dengan panggilan khasnya ketika memanggil namamu. Wanita yang selalu menumpahkan beribu ocehan aneh saat kamu sakit. Untuk satu alasan; khawatir. Konyol bukan?



Baiklah, mari kita mulai menulusuri lorong waktu, berbalik arah ke belakang. Meluruskan semuanya.  4februari2014. Itu awal kita memutuskan tanggal aniv bukan? Sebenarnya, kedekatan kita sudah jauh jauh hari sebelum tanggal itu, karena kita hanya punya komitmen, saat kita sama sama punya tujuan kuliah dibandung, dikota yang sama. Kamu di UIN. Dan aku di poltek lp3i. Sebenarnya jarak antara pahlawan dan cibiru itu tidak terlalu jauh, tapi kenapa selalu saja, jarak dijadikan kambing hitam. Disalah salahkan menjadi faktor kuncup kuncup kebersamaan kita tidak merekah indah sebagaimana mestinya. Dan mungkin saat itu adalah alasan paling logis mengapa aku  sempat menuntut sebuah kejelasan padamu, pada hubungan kita yang hampir hampir Berantakan. Awalnya, aku tidak pernah mementingkan sebuah status, Aku tidak peduli dengan status hubungan ‘berpacaran’ ala ala anak facebook, sebesitpun, aku tidak pernah ingin menulis namamu di bio akun twitterku, atau memamer mamerkan namamu di status BBM-ku. buat apa? Jika tidak ada jaminan namamu akan ditulis dalam surat undangan pernikahan bersamaku. Yang aku tahu saat itu, aku hanya menyayangimu, itu saja.



Kamu tahu. Saat aku memutuskan untuk mencintaimu, aku juga memutuskan untuk menghargai masa lalumu. Sebab karena itulah aku selalu berusaha menjadi pendengar yang baik untukmu ketika kamu bercerita tentang mantan mantanmu itu, menyimak dengan takzim pengakuan pengakuanmu, lalu mengesampingkan rasa cemburu yang mulai menjalariku. Tapi saat perasaanku terasingkan oleh tindakanmu, saat keinginan keinginanku terabaikan oleh sikapmu, aku mulai merasakan keganjilan. Aku merasa seolah olah aku tidak pernah punya seorang kekasih, aku merasa sendiri, seperti dulu. Kamu jarang menghangatkan pagiku lagi, melukis senjaku lagi, menemaniku di setiap tarikan nafasku. Apa ini ulah sebuah jarak?iya? tadinya, aku ingin menjadi pelengkapmu, menjadi bagian terakhir kisah cintamu, nyatanya. Kamu semakin menjauh.. aku tahu, kamu bukan tipe lelaki pemberi kabar setiap hari, kamu adalah lelaki yang begitu aktif di organisasi. Menyukai berbagai bidang olah raga. dan penikmat Games, aku menyadari semuanya, seandainya saja kamu tahu. Aku sudah mati matian berusaha menyeimbangkan segalanya. Memangnya kamu pikir, aku tidak punya kesibukan?aku juga punya aktifitas. Hanya saja. disela sela penat dan sibukku, aku selalu tersenyum ketika mengingat namamu, dan tanpa pernah berpikir ulang, aku selalu mengabarimu, memberitahumu bahwa aku masih ada. Coba kamu ingat ingat ini, setiap kali aku mengirim pesan singkat, bukankah aku selalu bertanya, “Kamu sibuk apa engga?” sebenarnya, pertanyaan itu mengandung dua arti. Aku merindukanmu, tapi aku takut mengganggu aktifitasmu.



Di setiap pertemuan yang bisa kuhitung, ada rindu yang selalu kubendung diantara serpihan serpihan jarak yang memudar karena sebuah ketakutan. aku tidak pernah lagi melihat cinta dalam sorotan matamu, aku tidak menemukan sosok yang dulu kurengkuh dalam keacuhanku. mungkin karena itulah aku menuntut sebuah status dan mulai tidak mempercayai omongan omonganmu. Jujur,itu bukan karakterku-_- tapi aku diceburkan dalam pilihan aneh, melepaskan atau mempertahankan. Aku paham, dipikiranmu itu, aku ini keterlaluan kan? menuntutmu agar mengikuti apa mauku, padahal bukan seperti itu, bukaan. Aku hanya ketakutan. aku takut kehilangan lelaki yang sudah bersalaman dengan ibuku. Aku kehilangan kata kata untuk menjelaskan segalanya, dan mungkin sampai saat ini. Kamu masih menganggapku perempuan yang mengandung anomali. Tapi biarlah. Aku tidak peduli.
Hingga akhirnya, aku berjalan sendirian diantara kebimbangan, perlahan lahan mengabaikan komitmen yang dulu sempat kubuat, mengingat ngingat ribuan janji yang pernah terikrar, dulu. Dulu. Saat usiamu beranjak 19 tahun, aku sempat berpesan ditulisan blogku, jika kamu datang untuk pergi, mending gak usah datang, kan?  kamu tidak akan menemukan kalimat itu, aku sudah menghapusnya, karena aku membenci kalimat itu sekarang.
Semenjak sikapmu berubah drastis, aku semakin pesimis, dalam benang benang rasa yang semakin kusut ditambah lagi keacuhanmu yang tak kunjung berakhir, aku menyerah. Menyerah dalam kebebasan. Kuputuskan untuk mengakhiri hubungan kita. yang semakin aneh. Tak tentu arah. Memang aku yang mengakhiri, mengakhiri rasa sesakku sendiri.  Mari, kubisikan kebenaran kecil yang selalu kusimpan sendiri. aku harap kamu bisa memahaminya dengan bijak tuan.



Sejak awal, sejak pertama kali kamu menyapaku di pesan facebook. Mendekatiku. Dan mulai melantunkan kata kata indah, ya memang, aku sempat menertawakan diriku sendiri karena pernah percaya pada bualanmu itu, namun. Tuan, jauuuuuuh dilubuk hatiku yang paling dalam. Saat intensitas kedekatan kita tak lagi terdeteksi oleh kata kata, saat kita memutuskan berkomitmen. Saling memiliki. Aku memiliki keraguan kecil. Dan aku tidak pernah bisa memecahkan keraguanku sendiri. itulah sebabnya, mengapa aku selalu bertanya. Atas dasar apa kamu mendekatiku?  Aku selalu menutup rapat rapat keraguan itu, sudah Kucoba membuangnya jauh jauh, Semakin kita sedekat urat nadi, rasa raguku semakin membengkak. Pernah sahabatku menasehatiku, kalau kamu sayang, Jangan pernah ragu begitu katanya, aku memang menyayanginya, tapi aku tidak bisa menghilangkan keragukanku, mungkin karena mantan mantanmu itu, atau mungkin karena sikapmu sendiri. aku tidak tau kenapa-_- Hingga suatu hari, setelah kita berakhir. rasa raguku menuntunku pada sebuah drama kecil yang kamu buat. tadinya, aku ingin memafaakan segalanya, memelukmu lagi lebih erat, sampai aku ingin merasakan nafasmu beradu dengan nafasku. tapi... sekali lagi. rasa raguku mengajakku melihat kenyataan yang sebenarnya,keseriusan tanpa kesetiaan adalah omong kosong. aku berterimakasih untuk seorang yang aku hormati, seorang yang telah menceritakan sepotong kisah yang disembunyikan. Aku menyayangimu teteh{}:*
Dari potongan potongan kisah yang telah aku temukan, aku menarik kesimpulan yang begitu melankolis. Ah! Aku tidak perlu menangis. Mungkin ini adalah jawaban dari keraguanku sendiri selama ini:””)



Tuan yang baik,  maafkan atas pelangi yang datang setelah hujan.
Harusnya waktu dulu, aku mengacuhkanmu saja. membiarkanmu berkutat dengan rasa penasaranmu, dan sekarang, sebagai seorang manusia biasa. jika aku boleh berbicara dari sisi jahatku, aku ingin menyumpah nyumpahimu, membiarkan karma melilit lehermu, menggantungmu di puncak kebencianku. tapi sekali lagi, untuk apa? Untuk rasa sakit yang sebenarnya tidak begitu dalam ini? Untuk rasa sakit yang bisa aku obati dengan mudah. Bagiku, jika aku ingin bahagia adalah dengan melepaskanmu, sesederhana itu. ada rasa lega ketika aku mengakhiri segalanya, seakan aku ditarik lagi kemasa lalu. Saat kamu asing dalam otakku.
Tuan yang baik, maafkan atas beban yang pernah aku berikan padamu. Untuk kebawelanku, untuk amarahku, untuk janji janji yang aku lupakan. Dan untuk keraguanku atasmu. Mungkin juga untuk jarak yang sebenarnya tidak menjadi masalah dalam  hubungan kita. Sekarang semuanya sudah begitu terang. Setelah membaca ini, terserah kamu akan membenciku. Mengejekku. Atau terserah apa maumu. Aku sama sekali tak peduli.
Satu hal yang perlu kamu simpan dimemori otakmu. 


Aku tahu, aku sudah menjadi bagian dari masa lalumu yang akan kamu lupakan. Tapi ... dengar, bagiku, kamu adalah satu pelajaran penting untukku dalam melanjutkan pencarianku tentang seorang pangeran. Aku tidak pernah menyesal mengenalmu, 3bulan sudah cukup membuatku mengerti tentang kesetiaan. Terimakasih telah mengajariku cara mengobati rasa sakit. Semoga kita masih bisa berteman ya, ^^



Untuk seseorang yang sudah menyihir keyakinanku tentang rasa. Yang aku berharap takkan berubah benci.
Aku selalu menghormatimu, selalu.
Subang,
16/08/2014
16:45 wib
@tyataya.

2 komentar :

  1. kadang sakit yang dirasakan mengingatkan kita untuk "tetap semangat, jangan kalah sama anak TK."

    jangan lupa senyum, jangan lupa bahagia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. baru baca hehe. ini siapa ya? jangan di anonim dong..... :D

      Hapus