tulisan ini adalah bentuk katarsis ku sejak kita memutuskan untuk
saling membelakangi. Melangkah menjauh sendiri sendiri. jangan salah paham, aku
tidak lagi mengharapkanmu. Karena cinta yang dulu menggunung sudah termuntahkan
oleh pengakuan kecil. Hahaha~
Kamu adalah kenangan yang mengajakku menulis tentang kisah
yang seharusnya tak perlu ada, tapi semoga ini menjadi sejenis pelipur terakhir
hatiku, setidaknya pertemuan dan perpisahan kita adalah bentuk bahwa didunia ini tak pernah ada yang abadi. semoga kamu bersedia meluangkan beberapa menit untuk membacanya, Membacanya
dengan penuh konsentrasi. Dan merenungkan semua yang terjadi dulu, tentang kita
yang sudah porak poranda. walaupun kenyataannya seperti itu, jangan
tenggelamkan ingatanmu, dulu kita pernah ada bukan? Aku harap, saat ini kamu
tidak sedang membenciku, berhenti menjadi seorang pembual ulung, dan sudah
mendapatkan seorang wanita yang membantumu mengerti akan kesetiaan, aku tidak bermaksud
menasehatimu apalagi mengguruimu,siapalah aku ini, wanita yang sempat mempersiapkan
masa depannya bersamamu, wanita yang selalu menghormatimu dengan panggilan khasnya
ketika memanggil namamu. Wanita yang selalu menumpahkan beribu ocehan aneh saat
kamu sakit. Untuk satu alasan; khawatir. Konyol bukan?
Baiklah, mari kita mulai menulusuri lorong waktu, berbalik
arah ke belakang. Meluruskan semuanya. 4februari2014. Itu awal kita memutuskan
tanggal aniv bukan? Sebenarnya, kedekatan kita sudah jauh jauh hari sebelum
tanggal itu, karena kita hanya punya komitmen, saat kita sama sama punya tujuan
kuliah dibandung, dikota yang sama. Kamu di UIN. Dan aku di poltek lp3i.
Sebenarnya jarak antara pahlawan dan cibiru itu tidak terlalu jauh, tapi kenapa
selalu saja, jarak dijadikan kambing hitam. Disalah salahkan menjadi faktor
kuncup kuncup kebersamaan kita tidak merekah indah sebagaimana mestinya. Dan
mungkin saat itu adalah alasan paling logis mengapa aku sempat menuntut sebuah kejelasan padamu, pada
hubungan kita yang hampir hampir Berantakan. Awalnya, aku tidak pernah
mementingkan sebuah status, Aku tidak peduli dengan status hubungan
‘berpacaran’ ala ala anak facebook, sebesitpun, aku tidak pernah ingin menulis
namamu di bio akun twitterku, atau memamer mamerkan namamu di status BBM-ku. buat
apa? Jika tidak ada jaminan namamu akan ditulis dalam surat undangan pernikahan
bersamaku. Yang aku tahu saat itu, aku hanya menyayangimu, itu saja.
Kamu tahu. Saat aku memutuskan untuk mencintaimu, aku juga
memutuskan untuk menghargai masa lalumu. Sebab karena itulah aku selalu
berusaha menjadi pendengar yang baik untukmu ketika kamu bercerita tentang
mantan mantanmu itu, menyimak dengan takzim pengakuan pengakuanmu, lalu mengesampingkan
rasa cemburu yang mulai menjalariku. Tapi saat perasaanku terasingkan oleh
tindakanmu, saat keinginan keinginanku terabaikan oleh sikapmu, aku mulai
merasakan keganjilan. Aku merasa seolah olah aku tidak pernah punya seorang
kekasih, aku merasa sendiri, seperti dulu. Kamu jarang menghangatkan pagiku
lagi, melukis senjaku lagi, menemaniku di setiap tarikan nafasku. Apa ini ulah
sebuah jarak?iya? tadinya, aku ingin menjadi pelengkapmu, menjadi bagian
terakhir kisah cintamu, nyatanya. Kamu semakin menjauh.. aku tahu, kamu bukan
tipe lelaki pemberi kabar setiap hari, kamu adalah lelaki yang begitu aktif di
organisasi. Menyukai berbagai bidang olah raga. dan penikmat Games, aku
menyadari semuanya, seandainya saja kamu tahu. Aku sudah mati matian berusaha
menyeimbangkan segalanya. Memangnya kamu pikir, aku tidak punya kesibukan?aku
juga punya aktifitas. Hanya saja. disela sela penat dan sibukku, aku selalu
tersenyum ketika mengingat namamu, dan tanpa pernah berpikir ulang, aku selalu
mengabarimu, memberitahumu bahwa aku masih ada. Coba kamu ingat ingat ini,
setiap kali aku mengirim pesan singkat, bukankah aku selalu bertanya, “Kamu sibuk apa engga?” sebenarnya,
pertanyaan itu mengandung dua arti. Aku merindukanmu, tapi aku takut mengganggu
aktifitasmu.
Di setiap pertemuan yang bisa kuhitung, ada rindu yang
selalu kubendung diantara serpihan serpihan jarak yang memudar karena sebuah
ketakutan. aku tidak pernah lagi melihat cinta dalam sorotan matamu, aku tidak
menemukan sosok yang dulu kurengkuh dalam keacuhanku. mungkin karena itulah aku
menuntut sebuah status dan mulai tidak mempercayai omongan omonganmu. Jujur,itu
bukan karakterku-_- tapi aku diceburkan dalam pilihan aneh, melepaskan atau
mempertahankan. Aku paham, dipikiranmu itu, aku ini keterlaluan kan? menuntutmu
agar mengikuti apa mauku, padahal bukan seperti itu, bukaan. Aku hanya
ketakutan. aku takut kehilangan lelaki yang sudah bersalaman dengan ibuku. Aku
kehilangan kata kata untuk menjelaskan segalanya, dan mungkin sampai saat ini.
Kamu masih menganggapku perempuan yang mengandung anomali. Tapi biarlah. Aku
tidak peduli.
Hingga akhirnya, aku berjalan sendirian diantara kebimbangan,
perlahan lahan mengabaikan komitmen yang dulu sempat kubuat, mengingat ngingat
ribuan janji yang pernah terikrar, dulu. Dulu. Saat usiamu beranjak 19 tahun,
aku sempat berpesan ditulisan blogku, jika kamu datang untuk pergi, mending gak
usah datang, kan? kamu tidak akan
menemukan kalimat itu, aku sudah menghapusnya, karena aku membenci kalimat itu
sekarang.
Semenjak sikapmu berubah drastis, aku semakin pesimis, dalam
benang benang rasa yang semakin kusut ditambah lagi keacuhanmu yang tak kunjung
berakhir, aku menyerah. Menyerah dalam kebebasan. Kuputuskan untuk mengakhiri
hubungan kita. yang semakin aneh. Tak tentu arah. Memang aku yang mengakhiri,
mengakhiri rasa sesakku sendiri. Mari,
kubisikan kebenaran kecil yang selalu kusimpan sendiri. aku harap kamu bisa memahaminya
dengan bijak tuan.
Sejak awal, sejak pertama kali kamu menyapaku di pesan
facebook. Mendekatiku. Dan mulai melantunkan kata kata indah, ya memang, aku
sempat menertawakan diriku sendiri karena pernah percaya pada bualanmu itu,
namun. Tuan, jauuuuuuh dilubuk hatiku yang paling dalam. Saat intensitas
kedekatan kita tak lagi terdeteksi oleh kata kata, saat kita memutuskan
berkomitmen. Saling memiliki. Aku memiliki keraguan kecil. Dan aku tidak pernah
bisa memecahkan keraguanku sendiri. itulah sebabnya, mengapa aku selalu
bertanya. Atas dasar apa kamu mendekatiku?
Aku selalu menutup rapat rapat keraguan itu, sudah Kucoba membuangnya
jauh jauh, Semakin kita sedekat urat nadi, rasa raguku semakin membengkak.
Pernah sahabatku menasehatiku, kalau kamu sayang, Jangan pernah ragu begitu
katanya, aku memang menyayanginya, tapi aku tidak bisa menghilangkan
keragukanku, mungkin karena mantan mantanmu itu, atau mungkin karena sikapmu
sendiri. aku tidak tau kenapa-_- Hingga suatu hari, setelah kita berakhir. rasa
raguku menuntunku pada sebuah drama kecil yang kamu buat. tadinya, aku ingin
memafaakan segalanya, memelukmu lagi lebih erat, sampai aku ingin merasakan
nafasmu beradu dengan nafasku. tapi... sekali lagi. rasa raguku mengajakku
melihat kenyataan yang sebenarnya,keseriusan tanpa kesetiaan adalah omong
kosong. aku berterimakasih untuk seorang yang aku hormati, seorang yang telah
menceritakan sepotong kisah yang disembunyikan. Aku menyayangimu teteh{}:*
Dari potongan potongan kisah yang telah aku temukan, aku
menarik kesimpulan yang begitu melankolis. Ah! Aku tidak perlu menangis. Mungkin
ini adalah jawaban dari keraguanku sendiri selama ini:””)
Tuan yang baik,
maafkan atas pelangi yang datang setelah hujan.
Harusnya waktu dulu, aku mengacuhkanmu saja. membiarkanmu
berkutat dengan rasa penasaranmu, dan sekarang, sebagai seorang manusia biasa.
jika aku boleh berbicara dari sisi jahatku, aku ingin menyumpah nyumpahimu,
membiarkan karma melilit lehermu, menggantungmu di puncak kebencianku. tapi
sekali lagi, untuk apa? Untuk rasa sakit yang sebenarnya tidak begitu dalam
ini? Untuk rasa sakit yang bisa aku obati dengan mudah. Bagiku, jika aku ingin
bahagia adalah dengan melepaskanmu, sesederhana itu. ada rasa lega ketika aku
mengakhiri segalanya, seakan aku ditarik lagi kemasa lalu. Saat kamu asing
dalam otakku.
Tuan yang baik, maafkan atas beban yang pernah aku berikan
padamu. Untuk kebawelanku, untuk amarahku, untuk janji janji yang aku lupakan.
Dan untuk keraguanku atasmu. Mungkin juga untuk jarak yang sebenarnya tidak
menjadi masalah dalam hubungan kita. Sekarang
semuanya sudah begitu terang. Setelah membaca ini, terserah kamu akan
membenciku. Mengejekku. Atau terserah apa maumu. Aku sama sekali tak peduli.
Satu hal yang perlu kamu simpan dimemori otakmu.
Aku tahu, aku sudah menjadi bagian dari masa lalumu yang
akan kamu lupakan. Tapi ... dengar, bagiku, kamu adalah satu pelajaran penting
untukku dalam melanjutkan pencarianku tentang seorang pangeran. Aku tidak
pernah menyesal mengenalmu, 3bulan sudah cukup membuatku mengerti tentang
kesetiaan. Terimakasih telah mengajariku cara mengobati rasa sakit. Semoga kita
masih bisa berteman ya, ^^
Untuk seseorang yang sudah
menyihir keyakinanku tentang rasa. Yang aku berharap takkan berubah benci.
Aku selalu menghormatimu, selalu.
Subang,
16/08/2014
16:45 wib
@tyataya.
kadang sakit yang dirasakan mengingatkan kita untuk "tetap semangat, jangan kalah sama anak TK."
BalasHapusjangan lupa senyum, jangan lupa bahagia.
baru baca hehe. ini siapa ya? jangan di anonim dong..... :D
Hapus