Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Kamis, 12 Juni 2014

Rasa yang tak pernah usai.

Kali ini aku akan menulis lagi tentang rasa yang sebenarnya takperlu ada. Sejak kapan rasa ini lahir? Mungkin sejak dimana mataku dan matamu beradu tatap.memancarkan rasa yang penjelasannya tak terjangkau oleh logika.Tapi tunggu dulu. Itu bukan alasan utama aku memiliki rasa ini tuan. Bukan .... kamu ingat dimana aku dan kamu masih asing. Aku dengan segala ketidaktahuanku memberikan setangkai bunga mawar yang kelopaknya hampir kering dan tangkainya merapuh. Bisakah kamu putar pikiranmu untuk  mengingat kejadian kecil memalukan itu? lihatlah wajahku saat itu, sungguh betapa polosnya gadis penyuka mawar ini. Bahkan saat itupun aku tak pernah memiliki rasa yang “istimewa” pada lelaki manapun. Dan ajaibnya. Kamupun mengikhlaskan tanganmu menerima mawar merah yang seharusnya tak pernah aku berikan padamu saat itu. aku tertawa  geli mengingatnya.
Baiklah.  Seharusnya aku tidak perlu mengingat ngingat tentang bunga mawar dan pertemuan kita. Toh nyatanya ada banyak pertemuan yang kita alami. Tapi hanya beberapa yang membekas. Bahkan tak pernah lepas ketika kita memejamkan mata. Sebenarnya aku tidak pernah punya tanggal istimewa untuk mengingatmu. Aku tidak pernah punya hari untuk sekedar mengsakralkan rasa yang kini  benar benar tinggal dihatiku. Kita tak pernah pasti tuan, sebentar..... kita? Aduhai. Sejak kapan aku berani menulis kata “kita” dalam coretanku ini untukmu. Rasaku tak pernah pasti kapan terlahir, kapan hadir.  Dan kapan berahkir,  jika nyatanya aku masih mampu menulis kalimat kalimat ini untukmu itu artinya rasaku masih sama. Tidak berubah seinci pun. Kamu masih kekagumanku. Kamu masih pelangiku yang keindahannya tetap tak bisa kusentuh. Tiap kali ku intip wajahmu dikaca jendela. Memperhatikanmu di balik pintu menunggumu keluar dari kelas dan berjalan menuju masjid untuk  melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim sejati. Senyummu selalu merekah setiap kali bertemu teman temanmu. Sapaan hangatmu megiringi langkahmu untuk beribadah. Wajah yang terbasuh air wudhu. Menyisakan gurat gurat cahaya. Aku selalu merekam hal apapun tentang kamu. Karena aku sadar. Aku tidak akan pernah mendapat senyuman dan sapaan hangatmu. Sudah kubilang, aku hanya bisa memperhatikanmu di sini. Disudut terjauh matamu. Bahkan kamu tidak akan pernah sadar betapa ada  seorang gadis yang sempat menggantungkan  harapannya padamu. Berharap menjadi gadismu. Yang kini. Statusnya adalah pemujamu.
Kadang aku selalu iri pada teman temanmu. Mereka selalu dengan mudah berinteraksi kapanpun mereka mau denganmu. Bisa menatap raut wajahmu dengan leluasa tanpa pernah memikirkan kamu keberatan atau tidak. Toh mereka teman teman dekatmu. Sungguh tuan aku selalu iri pada mereka yang bisa mengenalmu lebih dekat. Sementara aku? Bisa apa aku ini dikejauhan. Hanya bisa menatap mu lekat lekat dengan ketakutan yang luar biasa. Bagaimana jika rahasia kecilku ini terbongkar. Aku terlalu takut jika aku tak bisa lagi mendapat kesempatan menatap wajamu. Walaupun itu hanya dikejauhan.
Bodoh, iya aku bodoh. jika aku tidak ingin terus tersiksa dengan harapan harapan ini. Seharusnya aku mengejarmu. Memperjuangkanmu. Aku mulai memberanikan diri menjadi mentari yang silaunya menyadarkanmu dari acuhmu, tapi ternyata aku salah besar. Tiap kali kusentuh hidupmu. Berulang kali ku yakinkan rasaku atasmu. Nyatanya kamu malah berontak.  Menghindar, berlari hingga aku tak mampu lagi mengejarmu. Aku terkulai di sudut kenangan. Termengu menyaksikan pengabaianmu. Tuan. Jangan menatap penuh curiga padaku lagi. aku mohon. Maafkan aku jika tindakannnku menganggu ketenangan hidupmu.  akan ku pastikan aku takkan lagi berani menatapmu dari kejauhan, takdir yang mengatakannya begitu. Aku harus pergi mengejar mimpi yang sempat redup dan membawa rasaku ini jauh jauh. Oh iya, untuk kesenian kalinya. meskipun rasa ini kubawa. Akan tetap kusimpan bersama hujan. abadi bersama keacuhanmu.
Setelah beberapa tahun aku meninggalkan kota kelahiranku.  Meninggalkan kamu yang semakin menawan. betapa berat langkah kakiku saat itu. beberapa kali ku tengok kamu. Masih tetap tak berubah. Acuh. Tak pernah peduli dengan aku.ingin rasanya aku berlari mengejarmu lagi dan memelukmu untuk terakhir kalinya. hanya untuk saat itu saja, perpisahan yang tidak begitu berarti menurutmu. Tuhan betapa aku ingin membencinya.

Kini.....
  Akan kubisikan rahasia kecilku lagi, rahasia kecil yang sama seperti dulu. Sekalipun jarak membentang. Dan mataku tak diberi kesempatan tuk menangkap sosokmu lagi. rasaku masih seperti dulu, sama,tak berkurang sedikitpun.. kamu masih pelangi dan kekagumanku. Bedanya sekarang adalah tentang keikhlasan. Aku sudah memahami arti kata itu. aku tak perlu menjelaskan panjang lebar disinil.akan ku buktikan dalam nyata. Bahwa rasa ku atasmu adalah Pembebasan. Bukan lagi sebuah paksaan.. takkan ku ulangi lagi kesalahan yang sama. Sungguh tuan. Percayalah:”)

Beberapa kalipun ku ketuk pintu hatimu. Kamu tetap tidak akan membukanya.
Tanya
jumat, 13/06/2014
10:49


                                               




                                

Tidak ada komentar :

Posting Komentar