Kali ini aku akan menulis lagi tentang rasa yang sebenarnya
takperlu ada. Sejak kapan rasa ini lahir? Mungkin sejak dimana mataku dan
matamu beradu tatap.memancarkan rasa yang penjelasannya tak terjangkau oleh
logika.Tapi tunggu dulu. Itu bukan alasan utama aku memiliki rasa ini tuan.
Bukan .... kamu ingat dimana aku dan kamu masih asing. Aku dengan segala
ketidaktahuanku memberikan setangkai bunga mawar yang kelopaknya hampir kering
dan tangkainya merapuh. Bisakah kamu putar pikiranmu untuk mengingat kejadian kecil memalukan itu?
lihatlah wajahku saat itu, sungguh betapa polosnya gadis penyuka mawar ini.
Bahkan saat itupun aku tak pernah memiliki rasa yang “istimewa” pada lelaki
manapun. Dan ajaibnya. Kamupun mengikhlaskan tanganmu menerima mawar merah yang
seharusnya tak pernah aku berikan padamu saat itu. aku tertawa geli mengingatnya.
Baiklah. Seharusnya
aku tidak perlu mengingat ngingat tentang bunga mawar dan pertemuan kita. Toh
nyatanya ada banyak pertemuan yang kita alami. Tapi hanya beberapa yang
membekas. Bahkan tak pernah lepas ketika kita memejamkan mata. Sebenarnya aku
tidak pernah punya tanggal istimewa untuk mengingatmu. Aku tidak pernah punya
hari untuk sekedar mengsakralkan rasa yang kini
benar benar tinggal dihatiku. Kita tak pernah pasti tuan, sebentar.....
kita? Aduhai. Sejak kapan aku berani menulis kata “kita” dalam coretanku ini
untukmu. Rasaku tak pernah pasti kapan terlahir, kapan hadir. Dan kapan berahkir, jika nyatanya aku masih mampu menulis kalimat
kalimat ini untukmu itu artinya rasaku masih sama. Tidak berubah seinci pun.
Kamu masih kekagumanku. Kamu masih pelangiku yang keindahannya tetap tak bisa
kusentuh. Tiap kali ku intip wajahmu dikaca jendela. Memperhatikanmu di balik
pintu menunggumu keluar dari kelas dan berjalan menuju masjid untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim
sejati. Senyummu selalu merekah setiap kali bertemu teman temanmu. Sapaan
hangatmu megiringi langkahmu untuk beribadah. Wajah yang terbasuh air wudhu.
Menyisakan gurat gurat cahaya. Aku selalu merekam hal apapun tentang kamu.
Karena aku sadar. Aku tidak akan pernah mendapat senyuman dan sapaan hangatmu.
Sudah kubilang, aku hanya bisa memperhatikanmu di sini. Disudut terjauh matamu.
Bahkan kamu tidak akan pernah sadar betapa ada
seorang gadis yang sempat menggantungkan
harapannya padamu. Berharap menjadi gadismu. Yang kini. Statusnya adalah
pemujamu.
Kadang aku selalu iri pada teman temanmu. Mereka selalu
dengan mudah berinteraksi kapanpun mereka mau denganmu. Bisa menatap raut
wajahmu dengan leluasa tanpa pernah memikirkan kamu keberatan atau tidak. Toh
mereka teman teman dekatmu. Sungguh tuan aku selalu iri pada mereka yang bisa
mengenalmu lebih dekat. Sementara aku? Bisa apa aku ini dikejauhan. Hanya bisa
menatap mu lekat lekat dengan ketakutan yang luar biasa. Bagaimana jika rahasia
kecilku ini terbongkar. Aku terlalu takut jika aku tak bisa lagi mendapat
kesempatan menatap wajamu. Walaupun itu hanya dikejauhan.
Bodoh, iya aku bodoh. jika aku tidak ingin terus tersiksa
dengan harapan harapan ini. Seharusnya aku mengejarmu. Memperjuangkanmu. Aku
mulai memberanikan diri menjadi mentari yang silaunya menyadarkanmu dari
acuhmu, tapi ternyata aku salah besar. Tiap kali kusentuh hidupmu. Berulang
kali ku yakinkan rasaku atasmu. Nyatanya kamu malah berontak. Menghindar, berlari hingga aku tak mampu lagi
mengejarmu. Aku terkulai di sudut kenangan. Termengu menyaksikan pengabaianmu.
Tuan. Jangan menatap penuh curiga padaku lagi. aku mohon. Maafkan aku jika
tindakannnku menganggu ketenangan hidupmu.
akan ku pastikan aku takkan lagi berani menatapmu dari kejauhan, takdir
yang mengatakannya begitu. Aku harus pergi mengejar mimpi yang sempat redup dan
membawa rasaku ini jauh jauh. Oh iya, untuk kesenian kalinya. meskipun rasa ini
kubawa. Akan tetap kusimpan bersama hujan. abadi bersama keacuhanmu.
Setelah beberapa tahun aku meninggalkan kota kelahiranku. Meninggalkan kamu yang semakin menawan. betapa
berat langkah kakiku saat itu. beberapa kali ku tengok kamu. Masih tetap tak
berubah. Acuh. Tak pernah peduli dengan aku.ingin rasanya aku berlari
mengejarmu lagi dan memelukmu untuk terakhir kalinya. hanya untuk saat itu
saja, perpisahan yang tidak begitu berarti menurutmu. Tuhan betapa aku ingin
membencinya.
Kini.....
Akan kubisikan
rahasia kecilku lagi, rahasia kecil yang sama seperti dulu. Sekalipun jarak
membentang. Dan mataku tak diberi kesempatan tuk menangkap sosokmu lagi. rasaku
masih seperti dulu, sama,tak berkurang sedikitpun.. kamu masih pelangi dan
kekagumanku. Bedanya sekarang adalah tentang keikhlasan. Aku sudah memahami
arti kata itu. aku tak perlu menjelaskan panjang lebar disinil.akan ku buktikan
dalam nyata. Bahwa rasa ku atasmu adalah Pembebasan. Bukan lagi sebuah
paksaan.. takkan ku ulangi lagi kesalahan yang sama. Sungguh tuan. Percayalah:”)
Beberapa kalipun ku ketuk pintu hatimu. Kamu tetap tidak akan membukanya.
Tanya
jumat, 13/06/2014
10:49
Tidak ada komentar :
Posting Komentar