![]() | ||
sumber gambar : google |
oleh : tyataya
“Tapi
Ma—“
“Enggak
ada kata ta-pi. Segera pulang! Mama butuh bantuanmu.”
Klik.
Percakapan itu terputus begitu saja. Kiran hampir
membanting HP nya sebelum ia teringat bagaimana dulu ia merengek-rengek pada
kedua orang tuanya untuk dibelikan HP baru. Suara Mama dari ujung telephone seperti monster yang akan menghancurkan
kebahagiaan Kiran. Ia mendengus panjang. “Mama
itu nyebelin banget, sih.” Gerutunya. Seharusnya, hari ini Kiran bisa
bersenang-senang. Hari ini kan hari Minggu, udara yang segar dan cuaca yang
cerah sangat mendukung untuk berjalan-jalan ke mall atau sekedar pergi ke toko buku membaca beberapa novel favorite Kiran. Bukan malah disuruh
pulang.
“Mungkin
ada sesuatu yang mendesak, Ra.” Suara Ayi yang sedikit cempreng menyadarkan
Kiran dari rasa kesalnya. Ia melirik sahabatnya itu dengan mata
dinanar-nanarkan berharap mendapat pembelaan. Namun, nyatanya Ayi memberi
isyarat untuk Kiran segera pulang ke rumah.
“Sesuatu
yang mendesak, ya? Paling cuma Kakak yang penyakit anehnya kumat lagi! Huh.”
Kiran bukan anak tunggal. Walaupun terkadang ia
ingin sekali merasakan bagaimana menjadi anak tunggal yang dimanjakan oleh Mama
Papanya. Kiran mempunyai seorang Kakak. Namanya Kak Mia. Usianya terpaut satu
tahun dan mereka satu sekolah.
Kak Mia adalah orang yang energik. Ceria, tapi
sensitif—setidaknya sebelum kecelakaan itu merenggut senyuman Kak Mia. Kecelakaan dua tahun yang lalu saat lebaran
tiba.
Saat itu Papa dan Kak Mia pergi ke Purwakarta untuk
menjemput Nenek. Entah mengapa Papa dan Mama memutuskan untuk membawa Nenek
agar menghabiskan sisa lebaran Idul Fitri di Bandung saja—Di rumah mereka.
Biasanya, mereka sekeluarga pergi ke rumah Nenek. Mungkin Papa dan Mama ingin
sesuatu yang berbeda. Di perjalanan
mobil Papa ditabrak begitu keras dari arah belakang. Kak Mia terpental dan
Nenek tewas ketika sedang dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Papa tidak terlalu mengalami luka yang serius, sementara
Kak Mia koma selama satu Minggu di RS karena ada benturan yang cukup keras di
kepala bagian sampingnya. Tapi Dokter memastikan bahwa Kak Mia akan segera
sembuh.
Kak Mia memang sembuh, tapi ia menjadi lebih sering
murung dan sering berteriak-teriak. Kadang menangis, kadang tertawa. Kiran
menduga urat kewarasan Kak Mia pasti sudah terputus. Tapi ternyata perkiraan
Kiran salah. Dokter mendiagnosa bahwa Kak Mia hanya trauma dengan kecelakaan
yang merenggut nyawa Nenek itu.
Kiran segera mempercepat langkah ketika memasuki
gang rumahnya. Dari jauh Kiran bisa melihat Mama tengah mondar-mandir di teras
rumah. Menggigit-gigit tangannya dengan wajah yang gelisah. Kiran menghampiri
Mama dengan nafas terengah-engah.
“Ma.”
Suara Kiran pelan sekali bahkan Kiran yakin semut di rumahnya pun tak bisa
mendengar suaranya dengan jelas.
Mama menoleh cepat saat menyadari kehadiran Kiran.
Mama memeluk Kiran sesaat lalu mengambil tas yang tergelak di atas meja.
“Mama
pergi dulu, ya. Obat Kak Mia abis, tolong jagain dulu Kak Mia. Sayang.”
Perintah Mama lembut namun dengan nada yang sedikit gemetar.
Kiran hanya bisa mengangguk. Lalu matanya mengikuti
langkah Mama yang tergesa-gesa.
Kiran langsung naik ke lantai dua, tempat kamarnya
dan kamar Kak Mia berada. Pintu kamar Kak Mia tertutup rapat. Di bagian depan
pintu ada angka 19 terpampang jelas bersama foto Kak Mia yang sedang selfie.
Kak Mia memang menggilai angka 19. Di semua Bio akun sosialnya selalu menulis
angka 19. Lihat saja koleksi sepatunya
ada 19, nomor absen di sekolah ke 19 dan sebentar lagi Kak Mia berulang tahun
ke-19! Benar-benar menyebalkan. Kiran tahu pasti Kak Mia akan meminta kado
terbaiknya di angka 19! Sementara ia, untuk dibelikan HP baru saja butuh
kesabaran satu bulan... Terkadang Kiran berharap kenapa tidak dia saja yang
sakit agar bisa dimanja oleh Mama dan Papa.
Kiran
memegang gagang pintu ragu-ragu, lalu memutarnya perlahan.
Kiran bisa melihat Kak Mia tengah duduk sambil
menundukkan kepalanya. Rambutnya yang panjang menutupi sebagian wajahnya. Kak
Mia memakai baju kemeja putih yang kebesaran dengan celana tidur berwarna merah
marun. Kedua tangannya diikat masing-masing di samping kanan kiri ranjangnya. Akhir-akhir
ini Kak Mia sering mengamuk dan melemparkan barang-barang yang ada di dekatnya.
Dengan terpaksa Mama mengikat Kak Mia.
Kiran menaruh tas sekolahnya. Ia meraih salah satu
kursi yang ada di meja rias Kak Mia. Kiran mengambil posisi duduk di samping
kiri Kak Mia.
Kira-kira Kiran terdiam selama hampir lima menit, ia
memperhatikan raut wajah Kak Mia yang sebagian tertutupi rambut panjangnya. Kak
Mia jadi lebih kurus. Wajahnya tirus, pucat, gigi-giginya selalu gemelutuk. Dan
aroma tubuhnya.... Anyir.
Kiran memang tidak mirip dengan Kak Mia. Bahkan di
sekolah tidak ada yang tahu bahwa Kak Mia adalah Kakaknya Kiran. Kiran lebih
mirip Ayahnya. Sifat Kiran cuek. Sementara Kak Mia sensitif.
“Kak,
Nenek meninggal bukan karena Kakak, kok.”
Hening...
Tidak ada jawaban, Kiran menghembuskan nafas.
“Kakak
enggak bosen, ya, minum obat terus?”
Hening..
Kak Mia tetap menunduk dengan wajah yang menyedihkan.
“Kak Mia. Aku
capek tahu ngurusin Kak Mia terus, kalau salah diomelin Mama! Bisa enggak
sembuh aja! Kak Mia itu ngerebut kebahagiaanku!” Kiran mengatakannya dalam satu
tarikan nafas, lalu Kiran merasakan ada sesuatu yang berkelebat di sampingnya.
Ia mengerjap-ngerjapkan mata. Menoleh ke berbagai sudut kamar. Lalu
perhatiannya tertuju pada Kak Mia. Kak Mia menitikan air mata. Lalu mulai
berkata lirih, “di belakangmu.”
Sontak Kiran melihat ke belakang. Tidak ada apa-apa.
Tapi, jantung Kiran berdebar lebih cepat. Tengkuknya bergidik.
***
“SELAMAT
ULANG TAHUN KAK MIA.” Suara Kiran parau sekali. Berapa kali ia menahan air
matanya agar tak keluar lagi. Ia tersungkur di atas tanah merah yang masih
belum kering.
Beberapa pelayat sudah berjalan pergi meninggalkan
Kiran dan kedua orang tuanya. Ayi yang ikut mengantarkan Kak Mia ke
peristirahatannya yang terakhir terlihat begitu sedih, Ayi kenal Kak Mia yang
selalu baik padanya.
Hari ini tepat Kak Mia berulang tahun yang ke 19.
Mama membawa satu ikat bunga mawar merah kesukaan Kak Mia. Lalu meletakkan di
atas batu nisan Kak Mia dengan isakan yang tak kunjung berhenti. Papa berusaha
memegangi bahu Mama. Menguatkan.
Kiran bisa mendengar meskipun samar-samar Mama
berkata lirih, “Kado ke-19 mu dikabulkan, Sayang.”
Kiran tahu, ada
sesuatu yang tidak beres dari kematian Kak Mia. Kiran tahu........ Tapi, Mama
dan Papa merahasiakannya.
Sesuatu yang Mama Papa Kiran sembunyikan mungkin ada
sangkut pautnya dengan kematian Kak Mia. Karena itu sepanjang perjalanan
pulang, di mobil Kiran berusaha memikirkan kalimat pembukaan apa yang cocok untuk
memulai menanyakan tentang Kak Mia.
Melihat Kiran yang gelisah di bangku belakang
mobil..... Mama menitikan air mata, dan mulai bercerita.
“Kiran.
Keluarga kita punya kemampuan khusus yang harus diturunkan pada setiap
keluarga. Nenek memilihmu, karena kamu orang yang berani. Tapi, Kak Mia yang
mengetahui itu menolaknya. Katanya, biar ia saja yang memiliki kemampuan itu.
Kak Mia takut hidupmu berantakan. Harusnya ketika itu Nenek mengajari dulu Kak
Mia bagaimana cara mengendalikan kemampuan itu. itu sebabnya Mama dan Papa
memutuskan untuk Nenek dibawa ke rumah kita, tapi kecelakaan itu.... merenggut
Nenek. Dan Kak Mia enggak sempat diajari Nenek.”
Kiran terkesiap, “kemampuan khusus apa, Ma?” Tanya
Kiran setengah tidak percaya.
“Bisa
melihat makhluk astral, seperti.. Hantu.”
Tengkuk Kiran bergidik. Ia mulai merasakan sekujur
tubuhnya mendingin saat mendengar hantu. Membayangkan Kak Mia setiap hari bisa
berinteraksi dengan makhluk seperti itu. YA
TUHAN! Pekik Kiran dalam hati.
“Dan
karena Kak Mia enggak kuat, akhirnya ia meminta kado ke-19 pada Mama dan Papa
untuk......” Lanjut Mama sambil terisak. Air matanya kembali berlinangan.
“Sudahlah,
Ma. Ikhlaskan Mia.” Papa mengusap-ngusap bahu Mama.
Kiran tahu
bagian yang membuat Mama menitikan air mata, Kado ke-19 itu....... Mengakhiri
hidupnya sendiri? Kiran ikut
menitikan air mata. Apa yang telah Kiran lakukan selama ini? Kak Mia yang Kiran
benci telah mengorbankan hidupnya sendiri..
END
END
Endingnya ga terduga, keren tullisannya. Suka ^_^
BalasHapus