Menurut kalian apa yang membuat
orang-orang merasa dirinya kaya? Karena memiliki harta yang berlimpahkah? Atau
memiliki tingkat kepopuleran yang tinggi?
Dan inilah versi kaya menurutku.
Orang-orang kaya itu adalah orang yang pandai
bersyukur yang merasa dirinya selalu cukup. Mereka memaknai kehidupan dengan
sebenar-benarnya, hal itu tercermin dalam kehidupan mereka sehari-hari yang
sederhana. Ya walaupun mereka bukan orang-orang dari kelas ningrat, dari strata
atas, mereka bahkan sama sekali tidak punya jabatan tinggi di kantor, apalagi
untuk mendapatkan kepopuleran. Mereka orang-orang yang dilupakan pemerintah. Yang tersenyum dengan alasan-alasan sederhana.
Dan betapa bersyukurnya aku bertemu dengan orang-orang seperti mereka.
Sebenarnya, kalian juga selalu bertemu dan berhubungan dengan mereka. Hanya
saja kalian tidak pernah mengamati arti dari senyuman mereka. Arti dari sapaan
mereka.
Cerita pertama...
Sebagai Perantau di kota orang dan
sebagai anak kosan yang harus dan wajib bisa me manage keuangan. Tentu saja aku harus berprilaku hemat. Memikirkan
tentang bagaimana kelangsungan hidupku di kota orang. Aku harus cukup cerdas
dalam memilih tempat makan... Dan enggak mungkin kalau aku harus makan di restaurant atau cafe-cafe mahal
hehehehe. Dan akhirnya untuk meminimalisir pemborosan aku sering makan di
warteg-warteg terdekat. Sampai suatu hari aku bertemu dengan Ibu XX yang sering
berjualan setiap pagi di dekat kosan. Ibu XX ini berjualan setiap pagi dengan
gerobak yang seadanya. Menu yang ditawarkannya pun tidak terlalu lengkap
seperti di warteg tapi masakannya selalu habis terjual. Menurutku masakannya
enak dan murah. Aku bisa membeli nasi kuning seharga Rp 3000.
![]() | |
Ibu penjual nasi kuning dengan gerobak miliknya |
Awalnya aku cuek-cuek aja ketika
membeli nasi kuning. Tapi, lama kelamaan aku mengamati sifat dan sikap si Ibu
XX ini. beliau bisa dikatakan lebih dari sekedar baik. Aku bahkan sering diberi
menu tambahan sama beliau dan itu gratis. Orangnya super ramah, kalau enggak ada kembalian
beliau selalu bilang.
“Udah,
simpen aja dulu di neng uangnya. Kalau ada receh boleh kasih ke Ibu. Kalau
uangnya di ibu takut lupa.” Paparnya dengan lembut.
Dari sinilah aku merasa terketuk
untuk lebih memahami arti kehidupan. Ibu XX yang sering berjualan di dekat
kosan, aku sama sekali tidak pernah melihat keluhan di bibirnya. Meskipun pada
kenyataannya penghasilannya tidak seberapa, tapi pancaran kebahagiaan di
wajahnya saat melayani orang-orang yang ingin membeli nasi kuningnya selalu
ada! Hal yang paling membuatku merasa senang bila bertemu dengan beliau adalah
keramahan dan kesederhanaannya. Subhanallah.Mungkin karena itulah dagangannya sering laku terjual. Dan beliau selalu merasa
cukup dalam kehidupan. Beliau pandai sekali bersyukur. Beliau tahu bagaimana
menyikapi rezeki yang diberikan Tuhan padanya.
Cerita kedua ..
Cerita ini datang dari tukang
koran dan majalah di daerah Jalan Pahlawan. Aku sering mengunjungi Amang tukang koran
satu ini karena memang aku hobi melihat cerpen-cerpen yang terbit di majalah
atau koran setiap hari Minggunya. Aku bahkan sudah bersahabat baik dengan Amang
tukang koran ini. Entahlah. Bagiku bersama orang-orang yang sederhana ini
selalu ada sensasi tersendiri. Kebahagiaan yang aneh yang sulit dilupakan.
Memang enak berteman dengan orang-orang kaya. Tapi, terkadang berteman dengan
mereka sering membuat kita lupa untuk berbagi dan bersyukur.
![]() |
Amang tukang koran bersama dagangannya |
Amang tukang koran ini, kalau
setiap habis pulang kuliah. Dia selalu menyapaku sambil tersenyum sederhana. “Neng, enggak beli koran lagi?” Padahal, kenyataannya aku jarang membeli korannya karena
uang bulanan yang minim. Tapi, anehnya Amang koran ini selalu mengizinkanku
untuk melihat rubrik cerpen di majalah atau koran setiap hari Minggunya. Super baiiiiiiiiiiiiiiiik
sekali.
Pernah suatu hari Amang koran itu
bertanya.
“Neng kenapa suka baca-baca koran?”
“Iya, soalnya suatu saat mudah-mudahan
tulisanku juga ada di koran ini, Mang. hehehehe.” Jawabku jujur.
Amang koran itu tersenyum dan ikut
meng Aamiin kan doaku. Dengan cara yang sederhana. Beliau mengajariku untuk
tetap berjuang. Aku tahu, penghasilan tukang koran memang tidak seperti
penghasilan orang-orang yang berada di gedung-gedung kantor yang tinggi
itu—yang kalau berjalan suka mengangkat wajahnya tinggi-tinggi—seolah-olah
mereka adalah orang paling kaya. Amang koran ini mengajariku untuk tetap rendah
hati. Dan beliau juga mengajariku untuk terus semangat menulis agar kelak
tulisanku menjadi bermanfaat untuk orang lain.
Orang-orang sederhana inilah yang
selalu mengajariku untuk bersyukur. Mereka mengajakku untuk menemukan
kebahagiaan yang hakiki.
Mengutip kata-katanya Ayah
@Pidibaiq
“Ya Allah, Mudah-mudahan sederhana, tetapkanlah pikiran kita selalu
melangit. Dan dengan hati yang terus membumi.”
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Setidaknya untuk orang-orang yang selalu berangkat dari hal-hal sederhana.
Bandung 01 Desember 2015
Banyak orang baik di sekita kita ya mba.. Mulai dari hal2 kecil :')
BalasHapusMakasi banyak ya mba uda ikut GA nya... Salam kenal ya mba Tia ;)
Iya mbaaa. belajar dari hal-hal kecil yang insya allah jadi hal yang luar biasa dan berkah :)
Hapussama-sama mba, senang juga bisa ikut berpartisipasi :)
bnyak peljran hidup yg brhrga yg bs kita perolrh dr org2 sederhana y mbak
BalasHapusiyaaa mbak, banyaak sekali dan kadang kita enggak sadar akan hal itu :')
HapusKadang kebaikan datang dgn cara yg tidak kita duga. Banyak kebaikan de sekitar kita cuma kita sering lupa. Good story mba.
BalasHapushal itulah yang sering saya lewatkan. dan tulisan ini memang sekaligus jadi penegur buat saya sendiri agar tidak melupakan sekitar hehee. :)
HapusKedua orang kaya itu tulus dan berhati besar, Ibu dan Bapak di atas. :')
BalasHapusiya mbaaa :'')
Hapussalam kenal ya
BalasHapussalut banget sama mereka :)
salam kenal kembali. teriamaksih sudah berkunjung ya :)
Hapusiya salut banget :)