Sore itu aku sedang
berada dipusat perbelanjaan didaerah Bandung (BIP) bersama seorang teman, tiba
tiba hujan turun begitu deras membuat siapa saja cepat cepat berlarian mencari
tempat teduh. Aku tenang saja, karena masih ada di dalam gedung mall tersebut. Tetapi
Aku harus segera pulang karena hari sudah semakin sore, untunglah aku selalu
membawa payung kemanapun saat musim hujan seperti ini, ketika aku memasuki
pintu keluar banyak orang berdesak desakan, aku menduga mereka sedang menunggu
hujan mereda, namun sepertinya tidak ada tanda tanda hujan akan mereda. orang
orang bermobil tidak perlu cemas akan perkara hujan. aku buru buru merogoh
payungku, ingin segera menerobos hujan, tapi mataku menangkap pemandangan yang
sedikit berbeda, disana. Diluar batas pintu keluar BIP yang diguyur hujan lebat
itu. Ada Bapak-bapak, Ibu-ibu, Nenek-nenek, bahkan anak anak kecil sedang
menjajakan payungnya, dengan hujan yang terus mengguyur, mereka begitu tabah
menantikan pelanggan yang bersedia menggunakan jasa payung mereka, kuperhatikan
salah satu dari mereka, anak kecil yang warna bajunya tak berupa lagi, kegedean. Tanpa sandal. giginya
gemelutuk, tangannya hampir keriput, menggigil. menggenggam erat payung. Menunggu
pelanggannya. Ajaib kawan, kulihat senyum dan semangatnya tak iku membeku.
“Bu,
Paaak, ojeg payungnya.” katanya penuh keyakinan. Matanya menyapu semua
pengunjung mall tersebut, berharap akan ada yang sudi menggunakan jasa
payungnya. sekitar beberapa menit aku mengamati kondisinya, malang tak ada yang
melirik penawarannya.
karena tak tega
sekaligus penasaran, kusuruh temanku membawa
payungku dan aku berniat menggunakan jasa payung anak kecil itu.
“Kamu
duluan saja. Nih pake payungku. Nanti aku nyusul digedung Gramedia.” perintahku
pada Fatur, teman terbaikku. Sepertinya Fatur bisa membaca gelagatku, tanpa
babibu dia nurut saja meninggalkanmu. Perlahan kuhampiri anak kecil itu.
“De..
anterin teteh (dalam bahasa Sunda artinya: kaka) nyebrang ke sana yah.” kataku ramah sambil
menunjuk gedung Gramedia.
“Boleh
teh. Ini payungnya.” jawabnya dengan mata bersinar sinar seraya menyerahkan
payungnya. Ia berjalan dibelakangku, mengikutiku tanpa menggunakan payung.
Membiarkan air hujan menyentuh kulitnya. Aku semakin tak tega, kuperintahkan ia
agar berjalan disampingku, satu tangan menggenggam payung, satu tangan lagi
merangkul anak kecil itu.
“De,
engga dingin?” Pertanyaan itu begitu saja meluncur.
Dia
tersenyum.
“Dingin
sih, tapi udah biasa Hehe.” katanya ringan
“
Masih sekolah? “ Lagi lagi rasa penasaranku menyeruak.
Dia tersenyum, tanpa
kata, dia mengangguk. Tanpa terasa aku sudah sampai di Gedung Gramedia. Cepat
sekali karena memang jarak BIP dan Gramedia hanya tinggal menyebrang jalan
saja. Rasanya aku ingin bertanya; kenapa
ada di sini? Kenapa jadi Ojeg payung? Memangnya kedua orang tuamu ke mana? Anak
seusiamu sekarang harusnya berada dirumah, belajar dan menikmati susu cokelat hangat
buatan ibumu. Tapi yang keluar dari mulut ku hanyalah
“ Ini de. Makasih yah.“
“ Uangnya kelebihan
teh” katanya polos.
“Lebihnya buat jajan
kamu aja de, teteh buru buru.” Aku sedikit memberi alasan agar ia tidak
mengembalikan uang kelebihannya itu. aku takut hatinya tersinggung. Kuanggap
kelebihan itu adalah bentuk terimakasih karena telah menemaniku mengobrol
dijalan saat menyebrang tadi.
“Hatur nuhun pisan teh.(terimakasih banyak kak) ” jawabnya,
matanya berbinar binar lagi. Ia berlalu, dadaku sesak.
“Yuk pulang.” Fatur
mengkagetkanku dengan datang tiba tiba.
Aku mengikuti langkah
Fatur sambil memikirkan jawaban polos anak kecil ojeg payung tadi. Dingin sih tapi udah biasa. Aku baru
sadar bahwa aku belum sempat menanyakan siapa namanya, ah. Aku sebut saja dia
adalah Malaikat pembawa payung.
Lihatlah. Betapa menakjubkannya
ia, pekerjaan ojeg payungnya dinikmatinya tanpa pernah mengeluh. Sementara aku?
sudah mendapatkan segalanya yang aku inginkan masih saja mengeluh. Hari ini aku
mengerti tentang satu hal. Hujan adalah Anugrah karena didalamnya tersimpan keajaiban,
pengharapan, kegembiraan, rasa syukur, dan perjuangan.
“Allah,
Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menyegerakan awan dan Allah
membentangkannya dilangit menurut yang dikehendaki-NYA, dan menjadikannya
bergumpal gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah celahnya, maka
apabila hujan itu turun mengenai hamba hamba-NYA yang dikehendaki-NYA,tiba tiba mereka menjadi
gembira” ( QS. Ar-Rum (40);48)
Bandung, 09/05/2015
Ditulis ketika aroma petrichor tercium hangat masuk ke jendela kamar kostku. dan perlahan hujan ikut menemaninya.
Mari beersyukur sebanyak-banyaknya :)
Ditulis ketika aroma petrichor tercium hangat masuk ke jendela kamar kostku. dan perlahan hujan ikut menemaninya.
Mari beersyukur sebanyak-banyaknya :)
@tyataya
Tidak ada komentar :
Posting Komentar